Tuesday, April 12, 2011

Teknik Pemadaman Api


Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api , beberapa cara memadamkan api yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)
C. Memutuskan reaksi api
D. Melemahkan (dilution)

mengemukakan teori pemadaman api dengan beberapa cara sebagai berikut :

A. Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah dengan cara pendinginan/menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak dapat menimbulkan uap atau gas untuk pembakaran. Salah satu bahan yang efektif terbaik menyerap panas adalah Air. Pendinginan permukaan biasanya tidak efektif pada produk gas dan cairan yang mudah terbakar dan memiliki flash point dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh karena itu media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan cairan mudah terbakar dengan flash point di bawah 100 oC atau 37 oC.

Semprotan air dapat mendinginkan kebakaran jika :
1. Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan yang terpapar oleh api.
2. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu antara air dengan udara sekitarnya atau  benda terbakar.
3. Kecepatan pemindahan panas yang juga tergantung pada kandungan uap dalam udara, khususnya dalam penjalaran api.
4. Kapasitas penyebaran panas dari air tergantung pada jarak yang ditempuh oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.

B. Pendinginan dengan menggunakan oksigen (smothering)
Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api akan dapat padam. Pemadaman kebakaran dengan cara ini dapat lebih cepat apabila uap yang terbentuk dapat terkumpul di dalam daerah yang terbakar, dan proses penyerapan panas oleh uap akan berakhir apabila uap tersebut mulai mengembun, dimana dalam proses pengembunan ini akan dilepasnya sejumlah panas.

C. Pengembalian atau pemindahan bahan bakar
Pemindahan bahan bakar unutk memadamkan api lebih efektif akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan untuk prakteknya mungkin sulit, sebagai contoh pemindahan bahan bakar yaitu dengan memompa minyak ketempat lain dan memindahkan bahan – bahan yang mudah terbakar. Cara lain adalah dengan menyiramkan bahan bakar yang terbakar tersebut dengan air atau dengan membuat busa yang dapat menghentikan/memisahkan minyak dengan daerah pembakaran.


D. Pemutusan rantai reaksi api
Cara ini menggunakan bahan kimia yang bernama Halon, bereaksi untuk memisahkan jenis kimia aktif pada reaksi nyala api (prosesnya diketahui chain breaking).

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya usaha pemadaman :
1. Pengaruh angin
Kekuatan angin dan arah hembusannya dapat dipakai sebagai pedoman dalam menentukan arah menjalarnya api. Dan usaha pemadaman tidak dibenarkan melawan arah angin. Hal ini dapat berbahaya, pertama karena akan terhalang oleh asap, dan yang kedua dapat menjadi korban jilitan api. Oleh karena itu pemadaman harus dilakukan searah dengan angin, atau dari samping sebelah kanan kirinya.

2. Warna asap
Benda – benda yang terbakar kadang – kadang tidak dapat dikenali karena terhalang oleh asap tebal yang ditimbulkan. Namun dengan melihat warna asapnya, dapat diperkirakan jenis benda yang terbakar. Misalnya :
a. Warna asap hitam dan tebal, maka kemungkinan bendanya Aspal, karet, plastik, minyak, atau benda – benda lain yang mengandung minyak.
b. Bila warna asap coklat kekuning – kuningan, kemungkinan benda yang terbakar adalah Film, bahan film, dan benda – benda lain yang mengandung asam sulfat.
c. Sedangkan bila warna asapnya putih kebiru – biruan, biasanya berasal dari benda – benda yang mengandung phosphor.

Di samping warna asap, bau dari asap juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengenal benda yang terbakar. Setelah itu baru dapat ditentukan sistem dan alat – alat pemadamnya yang tepat serta tindakan – tindakan lain yang mungkin diperlukan.

3. Lokasi kebakaran
Usaha pemadaman harus memperhatikan lokasinya, apakah kebakaran yang terjadi terletak di rumah yang saling berdekatan atau dipusat pertokoan. Untuk tidak meluasnya kebakaran harus diusahakan untuk memadamkan sumber apinya terlebih dahulu agar tidak menjalar, dan diusahan agar kerugian harta benda dapat ditekan sekecil mungkin.


4. Bahaya lain yang mungkin terjadi
Setiap usaha pemadaman kebakaran harus tetap memperhatikan faktor – faktor keselamatan. Baik keselamatan petugas pemadam maupun keselamatan korban. Terutama anak – anak, wanita, atau lansia. Bila terdapat korban yang terkurung bahaya api harus segera ditolong misalnya dengan cara merusak dinding ruangan, merusak langit – langit, dan sebagainya. Oleh karena itu peralatan berupa kampak, linggis, perlu disiapkan sebelumnya. Dan harus memperhitungkan juga bahaya – bahaya lain yang dapat menimbulkan jatuh korban.

Jenis Media Pemadaman Kebakaran
Penanggulangan Kebakaran, adalah Dalam mengenal berbagai jenis media pemadam kebakaran dimaksudkan agar dapat menentukan jenis media yang tepat, sehingga dapat memadamkan kebakaran secara efektif, efisien, dan aman. Dari bentuk fisiknya media pemadam kebakaran ada 5 jenis yaitu :
1. Air
2. Busa
3. Serbuk kimia kering
4. Kabon dioksida (CO2)
5. Halon
Dalam media pemadaman kebakaran mempunyai beberapa jenis atau karakteristik dalam memadamkan api, dan juga mempunyai keunggulan untuk klas tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk beberapa jenis kebakaran.

1. Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau tepat untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena dapat menembus sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah seperti :
• Kayu
• Arang
• Kertas
• Tekstil
• Plastik dan sejenisnya.

2. Busa
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu :
- Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar, sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus.
- Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar.
- Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar sehingga suhunya menurun.

3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah serbuk yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir – butir serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah Ammonium hydro phospat yang cocok digunakan untuk memadamkan kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia kering ini adalah secara fisik dan kimia.

4. Carbon dioksida (CO)
Media pemadam api CO2 didalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO2 dalam memadamkan api ialah reaksi dengan oxygen (O2) sehingga konsentarsi didalam udara berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman dengan cara menutup.
Namun CO2 juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam tersebut tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO2 tersebut tidak dapat mengikat oxygen (O2) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O2 sebanding dengan jumlah CO2 yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat kebakaran terus berlangsung.

5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485 oC maka akan mengalami penguraian, dan zat – zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan oxygen. Jika penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan zat baru tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.

Sejarah Pemadam Kebakaran Indonesia


Brabweer atau pemadam kebakaran belum ada di Batavia hingga awal abad 20. Di masa sebelum brandweer ada orang mengandalkan jasa tukang ronda. Maka untuk perlengkapan ronda diadakan gardu lengkap dengan kentongan kayu. Kentongan ini dipukul saat terjadi kebakaran, perampokan, atau jika ada orang yang mengganggu ketertiban umum seperti orang mengamuk.
Tanda ada kebakaran berbeda dengan kalau terjadi perampokan atau orang mengamuk. Kalau kentongan dipukul terus menerus berarti sedang terjadi kebakaran. Jika kentongan dipukul tiga kali secara berulang itu tanda perampokan atau ada orang mengamuk.

Untuk menghadapi bahaya kebakaran di beberapa kampung dibentuk kelompok pemadam kebakaran. Anggotanya pemuda pengangguran yang belum dikenakan pajak. Kapanpun terdengar bunyi kentongan tanda kebakaran, para pemuda itu akan lebih dulu bertindak memadamkan api. Pada saat bertugas para pemuda yang dijuluki anak pompa ini mengenakan sepotong kain bernomor urut pada lengan bajunya. Hadiah uang menanti mereka yang bekerja baik.

Cara menangani kebakaran seperti itu tentu lama kelamaan dianggap tidak efektif sehingga tidak dilanjutkan lagi, demikian tertulis dalam buku "Jaarboek van Batavia en Omstreken". Dalam sidang-sidang kotapraja usulan mendesak agar kotapraja punya satu korp pemadam kebakaran terus didengungkan.

Pada tahun 1918 terjadi kebakaran besar di Kwitang. Momen itulah yang kemudian menyentak orang termasuk para petinggi kotapraja karena kebakaran besar itu tak mampu dipadamkan hanya dengan sistem anak pompa tadi. Akhirnya, persis di tahun baru 1919 secara resmi Kotapraja Batavia memiliki pemadam kebakaran.

Persoalan tak lantas selesai. Masalah bagaimana mendapatkan air dengan cepat menjadi masalah selanjutnya. Seringkali kebakaran terjadi di kawasan yang jauh dari sumber air, sungai, misalnya dan saluran air yang mungkin ada di dekat lokasi kebakaran seringkali kering di musim kemarau dan berlumpur pula. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah sumur kebakaran yang dibikin di beberapa tempat. Air sumur bor dialirkan ke sumur kebakaran.

Markas Pemadam Kebakaran Kotapraja Batavia ini masih ditempati oleh Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, yaitu di Gang Ketapang. Di abad 20 itu tangsi pemadam kebakaran memiliki kantor, ruang jaga, dan garasi dengan tiga mobil penyemprot air. Enam sepeda juga jadi bagian dari perangkat pemadam kebakaran ini.
Api merupakan kebutuhan manusia sehari-hari. Kebutuhan terhadap api itu tak bisa dihindari, karena ketika malam hari manusia memerlukan penerangan. Tentunya manusia menghadapi masalah sebelum mampu menciptakan api. Keadaan ini mendorong manusia untuk berpikir agar dapat mengontrol api, sehingga api dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan api di masa itu memberi pengaruh dalam mengakhiri masa nomaden. Hal ini juga berdampak terhadap perkembangan sosial dan politik seiring dengan perkembangnya pemukiman penduduk yang menetap. Akan tetapi, api yang sudah diketahui dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetap dipandang sebagai elemen suci dan hebat. Banyak mitologi yang menganalogikan api menjadi sifat atau karakter manusia. Ketika manusia merasakan pengalaman bahwa api juga bersifat sangat merusak, sejak itu manusia terdorong untuk mengetahui cara mengontrol keganasan api. Ini terjadi kira-kira 300 tahun sebelum masehi (SM) di Roma. Ketika itu petugas pemadam kebakaran dan penjaga malam dibentuk dan ditugaskan kepada sekelompok orang yang diberi nama Familia Publica dan operasional dari kelompok ini diawasi oleh komite negara. Dalam buku yang berjudul Principles of Protection karya Arthur Cote, P.E dan Percy Bugbee dijelaskan, di zaman pemerintahan kaisar Agustus (Gaius Julius Caesar Octavianus) pada 27 SM sampai 12 Masehi, Roma mengembangkan "Departemen kebakaran" untuk tipe penghunian. Dan departemen ini mengorganisir para budak dan warga negara dalam wadah yang bernama Satuan Jaga (pelayanan penjagaan). Selanjutnya, dikeluarkan dekrit yang menyatakan seluruh rakyat wajib menjaga dan mengontrol api.

Adapun satuan jaga tersebut merupakan organisasi (pemadam kebakaran) yang pertama. Dibentuknya satuan ini bertujuan untuk melindungi manusia terhadap bahaya kebakaran. Tugas utama mereka adalah melakukan patroli dan pengawasan pada malam hari (dilakukan oleh Nocturnes). Dalam perkembangan selanjutnya, setiap anggota pasukan mempunyai tugas khusus bila terjadi kebakaran. Contohnya, beberapa anggota (aquarii) membawa air dalam ember ke lokasi kebakaran. Kemudian, dibangun pipa air (aquaducts) untuk membawa air ke seluruh kota, dan pompa tangan dikembangkan guna membantu penyemprotan air ke api. Siponarii adalah sebutan bagi pengawas pompa, dan komandan pemadam kebakaran dinamakan Praefectus Vigilum yang memikul seluruh tanggung jawab Satuan Siaga. Sedangkan hukum Romawi mengutus Quarstionarius (sekarang sama dengan Polisi Kebakaran), yang bertugas mengklarifikasi sebab-sebab terjadinya kebakaran. Pemerintah Kerajaan Romawi pada masa itu mulai menentukan kebijakan me-ngenai penggunaan selang kulit bagi kepentingan pemadaman kebakaran. Petugasnya juga membawa bantal besar ke lokasi kebakaran, sehingga orang yang terjebak di gedung tinggi dapat meloncat dan mendarat di atas bantal tersebut. Marco Polo mencatat tentang tata negara belahan timur pada abad 13, yakni pasukan rakyat dari pasukan pengawas dan pasukan kebakaran yang mempunyai tugas pencegahan kebakaran telah terbentuk di Hangchow. Mereka dalam melaksanakan tugasnya dapat mengerahkan satu sampai dua ribu orang untuk memadamkan api. Ribuan pasukan itu dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari 10 orang, 5 orang berjaga pada siang, dan selebihnya berjaga pada malam hari.